“GARA GARA MANIAK MANCING, KEBUN KANGKUNG IBU TERGUSUR”
“GARA
GARA MANIAK MANCING, KEBUN KANGKUNG IBU TERGUSUR”
Oleh: Cucu
Ratnaningsih
Tengah hari menjelang asar Bu Umar baru sampai rumah.
Suasana rumah begitu sepi, padahal biasanya Umar dan kawan-kawannya selalu
ramai main PS di rumah. Pak Umar sengaja membelikan PS untuk kedua anak
laki-lakinya agar tidak main PS diluar dengan alasan hawatir terpengaruh teman
lainnya merokok atau menjadi perokok pasif. Dengan mereka bermain PS di rumah
maka akan terawasi oleh Bu Umar, karena tenggang waktu pulang sekolah Umar
dengan ibunya paling 15 menit.
“Umar, Umar!” Bu Umar memanggil si sulung dari depan
pintu setelah mengucapkan salam. Namun suasana hening, hanya detak jarum jam
yang berbunyi mewakili jawaban salam. Bu Umar menengok ke kamar Umar yang
hordeng dan pintunya terbuka, tidak ada siapa-siapa. Ruang paviliun tempat Umar
dan teman-temannya bermain bersama pun tak berpenghuni. PS, LCD, stik, dan
album kaset PS masih tertata rapi seperti tadi pagi. “Ah, kemana ini Umar tak
biasanya dia keluar rumah di siang terik begini” gumam Bu Umar. “Apa mungkin ke
rumah Bulenya nyusul Ali yang memang di asuh Bule nya dan baru dijemput Pak
Umar setiap pukul 5 sore?” pikirnya.
Hati Bu Umar mulai bertanya-tanya, karena setelah
menelpon Bulenya Umar disana hanya ada Ali. Bu Umar pun mencoba mencari tahu ke
tetangga, barangkali mereka melihat kemana Umar tadi pergi.
“Bu
Titi tadi lihat Umar?” Bu Umar bertanya kepada tetangga sebelahnya.
“Tidak
bu, kebetulan saya juga baru datang dari berjualan keliling,” kata Bu Titi yang
pekerjaan sehari-harinya keliling berjualan pakaian.
“Umar
tadi main sama Didi bu,” Siti anaknya Bu Titi menjelaskan, kebetulan dia punya
bayi jadi tidak kemana-mana sehingga tahu dengan siapa Umar pergi.
“Kemana
ya, Neng Siti?” Tanya Bu Umar
“Kelihatannya
kearah Utara deh Bu”, kata Siti.
“Sebelah
Utara kan sawah dan Empang?” Tanya Bu Umar mulai hawatir, karena Umar itu sejak
kecil anak rumahan, engga pernah main jauh.
“Iya
bu kesana, tadi Umar diajak teman-temannya ke empangnya Pak RW”, Siti
menambahkan informasinya.
“Ya
Allaah itu anak mau apa ke empang, mana belum ganti pakaian lagi masih pakai
seragam”, Bu Umar tambah hawatir.
“Kelihatannya
mau mancing bu, karena mereka bawa kail dan sebelum pergi mengambil cacing
untuk umpannya di kebun depan rumah”, Siti menjelaskan lebih detail lagi.
“Terima
kasih Siti informasinya,” kata Bu Umar sambil ngeloyor pergi ke arah empang Pak
RW. Terbayang olehnya, Umar sedang nongkrong di pinggir empang yang berupa
rawa-rawa dengan berbagai bahaya mengancamnya, diantaranya Ular, Kala jengking,
lebah, bahkan mungkin tanah rawa yang kadang-kadang bisa menenggelamkan apapun
yang ada di atasnya.
Melihat di kejauhan ibunya menyusul,
Umar segera beranjak pamit pulang kepada teman-temannya yang masih asyik
memancing sambil bercanda. Badan mereka belepotan dengan lumpur karena saling
dorong hingga tercebur ke empang. Dengan wajah sumringah Umar menghampiri
ibunya memperlihatkan seekor Ikan Gabus yang panjangnya kira-kira 7 sentimeter
dan lebarnya 2 sentimeter. Melihat kebahaagiaan anaknya, Bu Umar tidak jadi
marah, dia mencoba menghargai hasil jerih payah usaha anaknya.
“Mau
kau apakan ikan itu?” Tanya Bu Umar sambil tersenyum.
“Di
simpan di kolam bu”. Kata Umar.
“Di
kolam siapa?” Tanya Bu Umar lagi.
“Di
Kolam Umar lah”. Jawab Umar lagi.
“Emangnya
Umar punya kolam, dimana?” Bu Umar tertawa
“Dihalaman
rumah, Umar mau bikin dibantuin teman-teman” dengan ringannya Umar menjawab.
Bu
Umar geleng-geleng kepala, dengan mudahnya anaknya merencanakan membuat sebuah
kolam ikan dan meminta disediakan terval, bambu, paku dan lain-lainnya.
“Sudah,
kita pulang dan kamu langsung mandi bersihkan badan yang bau amis dan matahari.
Masalah kolam ikannya nanti kita bicarakan bersama ayah!” perintah Bu Umar
sambil mengikuti anaknya dari belakang.
Malam hari selepas membimbing Umar
dan Ali mengerjakan PR, Bu Umar mengajak diskusi Pak Umar tentang keinginan
Umar membuat kolam ikan. Dalam perbincangan tersebut diperoleh kesepakatan akan
dibuatkan kolam di depan rumah samping kiri yang lebarnya 100 sentimeter,
panjangnya 250 cm dan dalamnya 100 sentimeter. Dengan dibuatnya kolam tersebut
maka kebun kangkung ibu yang panjangnya 5 meter dan lebar 160 sentimeter
tergusur. Ya, demi keselamatan anaknya, Bu Umar rela mengorbankan kebunnya yang
biasa menjadi wahana hiburannya selepas lelah bekerja, toh nanti akan ada
hiburan yang baru yaitu goyangan ikan-ikan yang pasti gemulai menawan hati.
Jam istirahat di SMP “Kreatif
Mandiri” berisi berbagai aktifitas siswa-siswa yang diselingi dengan
krauk-krauk bunyi cemilan di mulut anak-anak.
“Hei
Mar katanya kamu punya kolam ikan baru ya? Ajak kita dong main kerumah mu!”
Adi, Lukman, dan Azhar menyapa Umar yang sedang duduk di teras depan kelasnya.
“Kata
siapa?” Umar mencoba mengelak
“Si
Aldi tadi bilang gitu” kata Azhar
Azhar
adalah teman sekelas Umar yang kebetulan rumahnya di depan rumah Didi yang
mengajak Umar mancing tempo hari. Rumah Didi kebetulan beda RT dengan Umar dan
Didi adalah anak putus sekolah karena kekurangan biaya, tapi Umar tetap mau
bermain dengan Didi meskipun Didi miskin dan tidak sekolah.
“Ya,
boleh nanti pulangnya ke rumah saya” jawab Umar.
Sesuai yang janji Umar, Adi, Lukman,
dan Azhar pulangnya mampir ke rumah nya. Biasanya jika mereka ke rumah Umar
pasti PS yang akan menjadi korban rebutan mereka, kali ini dengan rukunnya
mereka jongkok dipinggir kolam yang airnya masih jernih, ikannya pun masih
terlihat malu-malu beraksi.
“Mar,
itu ikan apa? Kaya Lele tapi gak ada kumisnya” Tanya Aldi menunjuk seekor ikan.
“Itu
ikan gabus namanya, hasil aku memancing bersama Didi seminggu yang lalu,” Umar
menjelaskan.
“Kalau
itu yang warnanya bule?” Tanya Azhar.
“Itu
ikan lele bule,” Umar kembali menjelaskan.
“Hasil
mancing kamu juga?’ Tanya Azhar lagi sambil nyengir.
“Bukan,
itu hadiah dari kakeknya Didi,” jelas Umar sambil nyengir juga, karena dia tahu
sebenarnya Azhar meragukan keahliannya dalam memancing. Memang diakui meskipun
Umar sangat maniak memancing tapi ikan yang mengait pada mata pancing sangat
jarang, umpan habis ikanpun tak dapat hehehehe.
“Ini
ikan apa kecil-kecil kumisnya panjang?” Tanya Lukman sambil mengejar-ngejar
segerombolan ikan yang masih sebesar jari kelingking bayi.
“Iya
ini ikan apa?” seru Aldi dan Azhar yang tanpa dikomando merekapun ikut turun
megejar gerombolan ikan itu. Tak ayal lagi mereka berempat sudah turun ke kolam
berusaha menangkap ikan yang dimaksud teman-teman Lukman.
“Ini
namanya ikan Sepat,” Umar menjelaskan, hadiah dari Pak Dani. Pak Dani adalah
teman yang biasa berolahraga bersama Pak Umar.
Setelah
cape mereka pun duduk di pinggir kolam.
“Mar, coba kalau di sekeliling kolam
ini dibuatkan tempat duduk selebar 20 sentimeter dari keramik, pasti asyik tuh
kita bisa mancing juga di sini”. Azhar memberikan usul.
“Iya
bener”, serempak Aldi dan Lukman mengiyakan.
“Ide
yang jempol tuh”, Umar mengacungkan kedua jempol tangannya menandakan salut
kepada ide brilian teman-temannya.
“Bantuin
ngitung dong, berapa keramik yang diperlukan,” kata Umar.
Mereka
naik kepinggir kolam kemudian menghitung. Aldi berinisiatif mengeluarkan
sehelai kertas dan sebatang pensil dari dalam tasnya.
“Lebar
kolam 100 cm, panjang kolam 250 cm, lebar tempat duduk disekeliling kolam 20
cm. Kalau keramiknya ukuran 20 cm x 20 cm berarti ayah kamu harus membeli
sebanyak 39 buah” Lukman yang pinter matematikanya menjawab setelah beberapa
saat berpikir.
“39
buah dari mana?” serentak Umar, Aldi, dan Azhar bertanya.
Gini
nih caranya:
“Lebar
kolam berapa?” Tanya Lukman.
“100
sentimeter,” jawab Umar.
“Panjang
kolam?” Tanya Lukman lagi.
“250
sentimeter?” Umar menjawab lagi.
“Berarti
luas kolam?” Lukman mengetes pemahaman teman-temannya tentang luas
persegipanjang.
“Mereka
terdiam, hanya isyarat matanya yang menggambarkan sedang menghitung”
“Luas
kolam 100 cm x 250 cm sama dengan 25.000 cm persegi.” Jawab Umar mendahului
kedua temannya.
“Jawaban
Umar tepat.” Lukman mengacungkan jempolnya.
“Nah,
karena disekeliling kolam dibuat tempat duduk selebar 20 cm berarti lebar
keseluruhan jadi berapa, panjang keseluruhan jadi berapa?” Lukman kembali
mengarahkan teman-temannya.
“Sesaat
hening, mata mereka terpejam membayangkan ukuran kolam setelah ditambah tempat
duduk sekelilingnya.
“Lebar
140 cm panjang 290 cm”, Umar dan Aldi terperanjat hampir saja nyemplung kembali
ke kolam karena kaget dengan suara Azhar yang kenceng karena takut terdahului
dua temannya.
“
Azhar hebat !“ seru Lukman, Umar dan Aldi sambil tertawa bahagia. Sudah menjadi
rahasia umum kalau pelajaran matematika Azhar selalu bersimbah keringat
ketakutan ditanya, dari pada bisa jawab malah air mata dan keringat yang
berbaur mewakili mulutnya yang kelu tak bisa menyampaikan hasil olah otaknya.
“Nah
sekarang giliran Aldi daerah seluruhnya berapa?” Lukman berusaha untuk adil
sehingga ketiga temannya ini semua dapat memunculkan kepandaiannya dalam
berhitung.
Aldi
komat-kamit sambil mengkotret di tanah menggunakan ranting daun katuk yang
petik dari pinggir kolam, tak berapa lama menjawab :” 40.600 cm persegi”
“Excelent”,
Lukman memuji Aldi
“Nah
sekarang kalian sudah tahu luas seluruhnya dan luas kolam, sehingga luas tempat
duduknya saja berapa?” Lukman terus menggiring teman-temannya untuk menemukan
jawabannya.
Aldi,
Umar, dan Azhar mengotret di tanah. Serempak mereka menjawab: “15.600 cm
persegi.”
“
Good, good, good” Lukman tersenyum sambil manggut-manggut. Dia bangga kepada
ketiga temannya ini yang pantang menyerah untuk menemukan jawaban.
“Selanjutnya,
keramiknya berukuran 20 cm x 20 cm maka luas satu buah keramik?” Lukman tak
bosan memberikan pertanyaan arahan.
“400
cm persegi!” serempak Umar, Azhar, dan Aldi kembali menjawab.
“Pertanyaan
terakhir nih, tadi luas tempat duduk 15.600 cm persegi dan luas sebuah keramik
400 cm persegi maka banyaknya keramik yang dibutuuuu…..hkan?” tandas Lukman.
Kembali
Aldi, Umar, dan Azhar mengotret di tanah. Tanpa bisa ditolak tiga ranting katuk
yang dipakai mengotret di tanah becek pinggir kolam sudah mendarat di batang
hidung Lukman disertai teriakan mereka “ 39 buah” disusul dengan gelak tawa
mereka.
“Alhamdulillaah
pinter-pinter semua muridku” kata Lukman sambil mengusap kepala ketiga
temannya. Kembali gelak tawa pecah karena ternyata sebelum tangan Lukman
mendarat di kepala mereka dengan sigap telah menyiduk air dari kolam sehingga
rambut Aldi, Azhar, dan Umar basah kuyup.
“
E…e….eeeh, sudah pada mandi sana, terus makan!” mereka kaget. Entah sudah
berapa lama Bu Umar telah berdiri di belakang mereka, seorangpun tak tahu
saking asyiknya berdiskusi. Setelah mandi dan makan, semua teman Umar pulang ke
rumahnya masing-masing dengan hati yang gembira karena meskipun tujuannya hanya
bermain di kolam tapi bermakna karena pengetahun matematika mereka bertambah.
Komentar
Posting Komentar