SANTI
SANTI
Berbagai aktivitas
para guru mewarnai Istirahat pertama di kantor, ada yang saling berbagi
makanan, berbagi cerita tentang ulah siswa-siswa yang menyenangkan sampai
mengesalkan dari kelas yang baru saja ditinggalkan, canda, tawa, dan lain-lain
yang menggambarkan bervariasinya fenomena kehidupan di kelas.
Bu Siti wali kelas IX
A menghampiri Bu Wika yang sedang memperhatikan lembaran-lembaran jawaban
ulangan para siswanya, dengan santun dia berkata: “Bu Wika boleh saya
mengganggu?” Bu Wika mengalihkan perhatiannya kepada Bu Siti sambil tersenyum
dia menjawab: “ada yang bisa saya bantu bu?”
“Ini masalah Santi
Bu,” jawab Bu Siti
“Kenapa dengan Santi,
bu?” Tanya bu Wika
“Dia masih sering
bolos, padahal sudah saya ingatkan. Dulu bolosnya setiap Jum’at atau Sabtu, eh
sekarang Senin dan Selasa pun dia bolos” jawab Bu Siti lagi.
“Sudah dipanggil
orang tuanya?” Tanya bu Wika.
“Kedua orang tuanya
sudah meninggal” jawab Bu Siti.
“Walinya sudah
dipanggil juga?” Tanya bu Wika mengingatkannya.
“Itu dia Bu Wika, dia
tinggal berpindah-pindah kadang tinggal dengan bibi dari ibunya, bibi dari
ayahnya, kakeknya, sehingga ketika dihubungi mereka menjawab sedang tidak
tinggal ditempat mereka mungkin dirumah temannya” penjelasan Bu Siti.
“Teman-temannya
bilang dia selalu berangkat dari rumahnya pakai seragam tapi malah kerumah
temannya Anita, kadang dia nginap di Rumah Anita” bu Siti menambah
penjelasannya.
Bu Siti mengeluh
sudah merasa jengkel dengan kelakuan Santi, setiap dipanggil dan dinasehati
supaya tidak bolos lagi pasti dia hanya menunduk dan bilang tidak akan
mengulanginya. Tapi dalam sebulan ini saja dia sudah bolos lagi sebanyak
delapan kali. Bu Siti merasa kasihan karena dia sudah kelas Sembilan, hawatir
tidak lulus atau putus sekolah.
“Apa yang bisa saya
bantu Bu Siti?” Bu Wika melanjutkan perbincangan.
“Saya mau minta
tolong Bu Wika untuk menasehatinya, barangkali kalau sama Bu Wika dia nurut” Bu
Siti memohon.
Wajar Bu Siti
berbicara seperti itu, karena Bu Wika merupakan salah satu guru yang mengajar
Santi dan semua siswa di SMP “BERDIKARI” kenal Bu Wika sebagai guru yang paling
tegas dan disiplin bahkan ada yang bilang guru “KILLER” yang tak segan untuk
memberikan nilai 50 di raport para siswanya. Harapan Bu Siti, kalau Bu Wika
yang mennasehatinya, Santi akan menjadi sadar.
“Sekarang Santi nya
masuk bu?” Tanya Bu Wika
“Santi ada di ruang
BK, bu” jawab Bu Siti.
“Mari kita sama-sama
berbicara dengan Santi, bu” Ajak bu Wika sambil beranjak dari kursinya menuju
ruang BK.
Di ruang BK nampak
Santi duduk, sedang menerima wejangan dari Pak Rohendi guru BK. Bu Wika duduk
di samping Santi.
“Santi, waktu hari
Selasa dan Sabtu minggu kemarin kenapa kamu gak ikut pelajaran ibu?” bu Wika
membuka pembicaraan. Santi diam dengan kepala tetap menunduk.
“Santi, tolong jawab
pertanyaan ibu!” Bu Wika menaikkan intonasi bicaranya.
Santi masih tetap
terdiam.
“Kemana saja kamu
setiap tidak hadir kesekolah, karena kata bibi, kakek, dan teman-teman kamu
setiap hari pergi ke sekolah?” bu Wika memberi pertanyaan lagi. Santi masih
tetap menundukkan kepala dan tidak berkata sepatah kata pun.
Pak Rohendi, Bu Siti,
dan Bu Wika saling berpandangan mata. Mereka merasa jengkel melihat kelakuan
Santi.
“Kamu bolos hari
Jum’at dan Sabtu alasan baju Pramuka atasnya hilang, saya sudah memberi kamu
uang untuk membeli yang baru bahkan Pak Rohendi pun menambahnya, tapi tetap
saja kamu bolos”, kata Bu Siti kesal.
“Santi, kamu sayang
sama mamah dan bapak kamu yang sudah tidak ada?” Bu Wika menyambung kata-kata
Bu Siti dengan nada lembut. Santi mengangguk dengan posisi kepala tetap
menunduk.
“Kalau kamu sayang,
kamu harus selalu sekolah setiap hari, karena pahala kamu belajar di sekolah
akan diterima juga oleh kedua orang tua kamu di alam kubur”, nasihat Bu Wika
sambil mengusap punggung Santi.
“Iya, bu” hanya itu
yang keluar dari mulut Santi.
“Sekarang kamu masuk
kelas belajar yang rajin”, perintah Bu Wika. Santi pun ngeloyor keluar menuju
ruang kelas. Bu Wika terkejut karena melihat rok seragam yang digunakan Santi
sobek jahitannya sampai lutut.
Keesokan harinya, pagi-pagi
sekali Bu Wika menunggu kedatangan Santi di Sekolah, namun sampai bel berbunyi
yang ditunggu tidak kelihatan. Seperti biasa Bu Wika menjalankan aktivitasnya
yaitu mengajar IPA di kelas. Jam istirahat tiba, tanpa sengaja dia melihat
santi lewat di depan kantor guru. Spontan Bu Wika memperhatikan rok biru
panjang Santi. “Alhamdulillaah roknya sudah tidak sobek” gumamnya. Namun
setelah diperhatikan dengan seksama ternyata deretan penitik menghiasi rok dari belakang lutut sampai ujung rok bawah.
“Santi, sebenarnya
semangat kamu belajar tinggi, lalu sebenarnya apa yang menyebabkan kamu sering
bolos?” pertanyaan Bu Wika dalam hati, karena Santi sudah hilang dari
pandangannya berbaur dengan siswa lain yang antri di kantin. Jam pelajaran ke-5
Bu Wika menghampiri Santi di kelasnya yang kebetulan bersebelahan dengan kelas
Bu Wika mengajar agar Santi menemuinya pada jam istirahat di kantor.
“Ibu
lihat rok kamu sobek, kenapa?” Bu Wika membuka pecakapan dengan Santi.
“Engga tahu tuh bu,
si Anita”, jawab Santi.
“Anita, siapa itu?”,
Bu Wika menyelidik.
“Teman saya yang
sekolah di Tsanawiyah”, jawab Santi lagi
“Teman kamu yang suka
bareng bolos?” jebak Bu Wika.
“Bukan bu, kalau rok
ini dipakai Anita, saya gak sekolah. Dan kalau saya sekolah Anita yang engga
sekolah” jelas Santi.
Bu Wika merasa
terenyuh, begitu besar rasa toleran Santi kepada Anita. Ya memang beberapa guru
membicarakan bahwa kalau Santi tidak sekolah dia ada di rumah Anita anak
seorang tukang beca. Bu Wika mengambil kesimpulan sementara mengapa Santi dan Anita
begitu akrab meskipun tidak satu sekolah, mungkin karena persamaan nasib mereka
sama-sama berkekurangan.
“Pulang sekolah
nanti, kamu pakai celana olah raga anak ibu, kita jahit rok ini ke tukang jahit
dekat sekolah”, Bu Wika menawarkan jasanya. Kebetulan Bu Wika memang sudah
menyiapkan celana olah raga dan sudah merencanakannya sejak kemarin ketika
melihat rok Santi sobek waktu keluar dari ruang BK.
“Ga usah bu,
kebetulan ada rok biru bekas kakak sepupu yang sekarang sudah SMA”, Santi
menolak tawaran Bu Wika.
“Syukurlah kalau
begitu, apakah roknya cukup? Terus Anita gimana?” selidik Bu Wika lagi.
“Cukup, tapi ………”
Santi tidak melanjutkan kata-katanya.
“Tapi kenapa?” Bu
Wika penasaran.
“Seletingnya rusak,
tapi ga apa-apa bu, bisa pakai penitik”, jawabnya tersipu. “Kalau Anita kebetulan sudah
dibelikan oleh ayahnya”, lanjut Santi.
“Baiklah kalau begitu
kamu dobel pakai celana olah raga nanti kita perbaiki seletingnya, jangan lupa
ya”, Bu Wika tak bosan menawarkan jasa baiknya.
Keesokan harinya
sesuai dengan perjanjian Bu Wika dan Santi berangkat ke penjahit vermak levis
mengganti seleting rok yang rusak. Di perjalanan tak bosan-bosannya Bu Wika
menasehati Santi agar rajin sekolah dan belajar, dan meminta agar hari Jum’at
tetap sekolah meskipun dia tidak memakai seragam pramuka. Dia berjanji akan
meminta dispensasi kepada guru pengajar dan bidang Disiplin agar mengijinkan Santi
memakai baju putih biru karena baju Pramuka nya hilang.
Hari Jum’at seusai
semua jam pelajaran, Bu Wika meminta seorang siswa untuk memanggil Santi.
Setelah Santi ada di hadapannya, bu Wika berkata: “Sekarang kamu ikut ibu ke
pasar membeli baju Pramuka”. Santi berusaha menolak dengan alasan tidak mau
merepotkan, namun Bu Wika memberi pengertian bahwa itu sudah menjadi
kewajibannya karena Santi adalah anak yatim piatu yang harus disantuni.
Akhirnya Santi pun mau diajak ke toko seragam sekolah.
Di toko seragam,
Santi diminta mencoba dulu seragamnya. Dengan haru, Santi menuruti permintaan
Bu Wika. Selain membelikan seragam pramuka Bu Wika pun membelikannya kaos kaki
dan sepatu karena nampak dengan jelas jari-jari kakinya dari sela-sela sepatu
yang lepas antara alas dan tutupnya. Tak lupa setelah mereka selesai berbelanja
Bu Wika memberinya ongkos untuk pulang dan untuk makan selama dua hari. Setelah
tahu keadaan Santi yang sebenarnya, Bu Wika selalu menyisihkan uang untuk
ongkos dan sekedar tambahan uang makannya dua kali dalam seminggu.
“Santi, semoga suatu
saat nanti engkau mendapatkan penghidupan yang layak dan tahu terima kasih pada
bibi-bibi mu yang dengan ikhlas merawatmu saat ini”, do’a Bu Wika dalam
hati.
#######
Komentar
Posting Komentar